cerita yang diredam ombak

February 05, 2014

"hanya ke laut aku mengadu dan menangis. laut tak pernah menolakku. laut adalah darah dalam nadiku..." dikutip dari buku gigo-gigo halaman 315

itu adalah satu tulisan yang saya kutip di buku Gigo-Gigo karya Yusran Pane. beliau juga mengutip dari The Poisoning of Minamata (1999) milik Douglas Allchin. katanya, sajak tersebut adalah curahan hati nelayan jepang di tahun 1950-an. dan katanya lagi, di minamata pernah ada tragedi keracunan besar-besaran karena pencemaran kaut di sana. ada merkuri di laut dan di tubuh ikan. orang-orang banyak yang pusing keracunan dan jadi duka berat pada saat itu.

indrayanti - dreamland
hal lain selain kopi dan hujan, laut masuk ke list kesukaan berikutnya. tapi, percaya atau tidak, di umur yang sudah mendewasa ini saya baru dua kali pergi ke pantai. lebih tepatnya, di kali pertama mengunjungi tiga pantai dengan batas waktu yang serba mepet dan di kali kedua pergi ke satu pantai dengan waktu yang cukup lama dan masih bisa ditawar. mungkin suka pantai tapi jarang ke pantai itu sama dengan ketika saya suka kopi tapi jarang ke kedai kopi dan suka hujan tapi tidak suka kehujanan atau hujan-hujanan. kemudian saya punya penjelasan untuk semua hal sebelumnya. karenanya, saya sudah cukup senang dan tenang hanya dengan membayangkan saja. malah takut mati gaya ketika di pantai yang niatnya mau tenang, tapi malah tak seindah bayangan. nanti kecewa. dan imajinasi memang lebih indah, ternyata. flawless seperti kamu. dan aku. dan kagumku. ah, saya meracau lagi!

Dreamland, Bali, 2011.
waktu itu pantainya agak sepi. ada dia tebing yang melindungi sehingga membuat bentuknya tidak begitu luas, warna airnya makin ke ujung makin tua. ya, love at first sight from head to toe sama pantai yang satu ini. setelah sebelumnya kesal mati-matian karena muka dan tangan jadi gatal karena air laut di tanjung benoa, dreamland ini jadi penenangnya. seperti morfin. semakin jauh melihat, semakin luas dan luar biasa indahnya. saya sangat ingin pantai ini jadi private beach untuk para penyuka ketenangan. syahdu. nikmat. dan waktunya habis, mari bergegas ke bis. sial.


Indrayanti, Gunung Kidul, 2014.
saat itu suasananya ramai, ada dua tebing yang jaraknya berjauhan membuat pantainya agak luas, warna airnya cenderung hijau -- mereka algae. jatuh cinta ini pada pantai ini lebih berat ke "dengan siapa di sana" dan "naik ke atas tebing". jangan berfikir kelewat jauh, saya ke sana bersama keluarga protagonis. walau sedang banyak bulu babi di pantai, pemandangan dan suasana dari atas tebing itu tak bisa diungkapkan. biar saya saja yang rasa. lautnya semakin luas, ombaknya bergulung semakin jauh, angin menggelitik mesra, dan suara debur serta gulungan ombaknya adalah nikmat yang tak bisa dikhianati. terhanyut.

perjalanan ke Indarayanti kemarin seperti melahirkan alasan lain kenapa saya ga mau ke pantai. di sana, bisu, kenangan, and some unsaid words. ada yang pernah bilang: "pendaki sejati sebenarnya sangat membenci gunung. karena dia akan selalu menyesal ada di atas, namun selalu ingin mendaki lagi saat ada di bawah" mungkin saya boleh sama dengan sepenggal kalimat sebelumnya. di pantai, semua sesal. di sini , di manapun selain pantai dan memandang laut, saya mau pantai lagi.

ya, pembicaraan semakin serius. berbicara sendiri. but still have some unsaid and some unwritten words. yuk bermimpi sambil putar aku ada-nya Dewi Lestari dengan Arina Mocca!