Hujan, Kopi, Kita

July 04, 2013

buatan sendiri



di luar hujan lagi. tepat pukul 3.30 sore hujannya semakin deras. aku yang tengah terlelap di dalam mimpi langsung terbangun dan melanjutkan mimpi di tengah realita. duduk memeluk kaki di sudut kasur dan melapisinya dengan selimut bergambar anak beruang.

kopi hitam ini panas dan manis. sweater dan syal berwarna pastel ini terbuat dari helaian benal wool. tapi sofa ini terlalu besar jika hanya ku duduki sendiri. nampaknya kamu di kala hujan masih saja mendominasi imajinasi ini. betapa manisnya jika kita saling meluangkan waktu untuk menikmati hujan di sore hari. berbagi sofa, saling berhadapan dan sebelah pipi ini menggambarkan hujan di jendela. aku masih punya banyak kopi dan cangkir putih untukmu. sembari membiarkan awan menjatuhkan bebannya, saat itu juga kita saling bertukar pikiran. manisnya kopi panas ini akan sangat terasa dengan kalimat syahdu yang kau ucapkan. aku di situ merona, suara hujan seperti menggoda, dan cangkir ini seolah terpana. tepat saat kau membuatku tertawa, keajaiban dunia akan bertambah satu. manisnya senyummu menandingi dua sendok gula yang kutambahkan ke kopi kita. tapi bubuk kopi ini membuat lidah tak nyaman. sama seperti banyaknya hambatan di antara kita.

kini kopi, hujan, sore, sofa, dan kita hanyalah kamu yang tidak akan terwujud. kucoba membuka kelompak mata perlahan, memandang ke luar yang masih hujan, menyentuh cangkir yang masih panas, dan melihat ke sekeliling yang tetap hampa. di saat yang bersamaan aku masih bertanya keberadaanmu yang seharusnya ada di depanku saat ini juga. kamu yang masih semu dan akan selalu semu mungkin sedang menyeduh kopi entah di berapa kilometer dari sofaku ini.
andai hujan tak pernah sederas ini. andai kopi tak pernah menumbuhkan rasa cinta. pasti kamu tidak akan menjadi bagian dari sore hujanku.