Dua Bulan, Agustus

January 31, 2016

Agustus, 2015

hai? ehm, hehe.
perasaan memang baiknya hanya dirasa, bukan dikatakan. karena perasaan yang dikatakan adalah perkataan. lalu, perasaan yang diungkapkan berarti pengungkapan? ah, sudahlah. terserah aku saja. dan perasaan baiknya hanya dititipkan pada Tuhan, agar disimpan di atas langit, dan diaminkan penghuni langit.

kenapa? ya, entahlah. jadi satu bulan ini aku ikut tantangan untuk menulis surat cinta, ini hari keduaku. kalau aku cerita tentangmu terus, boleh kan? mau tak kau bolehkan pun aku akan memaksa, sebab sejauh ini memang selalu tentangmu.

kau ingat satu malam di bulan itu, Aero? ketika kita terhanyut dalam keharuan dini hari bersama orang-orang yang akan selalu ada. ketakutan akan pertemuan terakhir seolah membayangi kita semua, hingga tak rela  peristiwa sekecil apapun terlewatkan. termasuk permainan mengungkapkan isi hati. ah, inilah cikal bakal yang membuat kisahku menjadi tentangmu terus. sudah berapa lama? bahkan kini aku sedang hidup di tahun yang berbeda.

kalau kau kembali ke masa itu, kau akan temukan semburat keheranan di wajahku. bagaimana bisa, kau yang tak pernah aku perhitungkan malah menjadi yang aku ungkapkan? bagaimana bisa, aku yang tampaknya tak kau perhatikan malah menjadi yang kau pilih? bagaimana bisa, kita yang tak pernah saling memberi tanda malah satu rasa? iya, sepertinya aku masih belum percaya dengan apa yang telah lalu. belum percaya bahwa kamu yang memulai permainan itu, lalu menunjukku yang ada di dalam permainan itu, dan tak disangka aku pun menunjukmu dalam aminku sebelumnya.

jika aku sebut itu permainan, mungkin memang. tapi bukan berarti permainan yang kita hanya bermain-main seperti kebanyakan remaja. tapi kita bermain dengan keberanian, dan pemikiran bahwa besok mungkin akan berbeda, lalu kita gunakan kesempatan ini agar esok lusa tak mendendam pada diri sendiri. karena seandainya itu bukan, maka ada dimana kita sekarang ini?

sayang, aku bahkan tidak tahu apa yang kita harapkan dari perjalanan ini. akan berbelok ke arah mana, akan berpisah di persimpangan mana, dan bertemu lagi di pertigaan sebelah mana. atau mungkin aku tidak tahu seperti apanya kamu setelah itu. apakah sesungguh-sungguhnya manusia, sejujur-jujurnya perasaan, atau seberaninya dirimu yang mampu menciptakan rasa aman?

sudah, aku makin terlarut dalam kita malam itu. di akhir surat ini aku ingin bertanya kembali mengenai kalimat paling serius yang terakhir kau ucapkan: "jadi, masihkah aku yang terbaik, Aero?"