anak ayah jatuh cinta

December 28, 2014

Big Heart, Girl, Shillouete

 melihat ke belakang, beberapa tahun lalu ketika saya mulai beranjak remaja. rasanya mudah sekali emosi ini dibolak-balik oleh perasaan jatuh cinta dan patah hati. ya, cinta monyet.

ketika beberapa kali kasmaran, saya sering pulang dengan wajah berseri dan berdiam di kamar sangat lama hanya untuk membayangkan betapa manisnya hari ini. ketika patah hati, saya sering sekali lesu dan mudah marah. rasanya saya hanya tak ingin berbicara dengan siapapun saat itu. sangat berlebihan memang, hanya ingin sendiri dan merasa tak ada yang berpihak pada saya saat patah hati dulu. ya, iya sangat berlebihan.

saya memang jarang membicarakan hal-hal yang serius dengan orang tua. apalagi cerita yang mengharu-biru atau ketika ada masalah dengan teman sendiri. sedari dulu saya memang tidak dibiasakan untuk mengadu terkait masalah pertemanan kepada orang tua. akhirnya, saya pun selalu bisa mengatasinya sendiri. sehari-hari kami selalu megobrol santai dan bercanda, sehingga keadaan lebih erat dan cair seperti tak ada kekakuan yang biasanya terjadi di tempat orang lain.

sampailah saya pada masa dimana cinta monyet sudah berlalu dan datanglah masa dimana cinta harus lebih berarti.

memang, di usia yang nanggung ini saya masih terlalu muda untuk lebih serius, namun sudah terlalu tua juga untuk sekadar bersenang-senang dan mengisi kejenuhan kegiatan perkuliahan. baru saja dua puluh tahun, tapi mimpi saya memang ingin serius di masa muda. mungkin dua puluh dua atau dua puluh tiga. sekali lagi, ini bukanlah sebuah target pernikahan. ini hanya keinginan semata, tak akan saya kejar terlalu jauh agar tak terlalu lelah untuk kembali lagi. rasanya lucu apabila menjadi ibu muda dan memiliki anak yang usianya tidak jauh dengan saya.

sering, lingkungan mengajarkan saya untuk memilih hal yang sangat sesuai dan pantas. semenjak remaja hingga saat ini, sudah banyak teman yang datang silih berganti. kenal ini, kenal itu. dia seperti ini dan dia seperti itu. sering, perjalanan itu mengajarkan saya lebih mengenal mana yang dibutuhkan dan mana yang diinginkan. kini, lelaki tak hanya sekadar menarik atau pintar. tak sekadar jago olahraga atau anak band. tak sekadar lembut atau bertanggung jawab. lebih dari semuanya, yang utama adalah suatu keyakinan di dalam hati setiap individu. ketaatan beragama.

kini. mungkin beberapa minggu sebelum hari ini, saya kebingungan mencari cara untuk mengungkapkan perasaan ini. kepada Ayah, seseorang yang menjadi sumber pembentukan opini, mental, dan keteguhan hati.

Yah, mari ikut denganku. kuperlihatkan seseorang yang tak ku kenal namun sangat ingin mengenalnya. kuharap Ayah suka dengan yang ini. seseorang yang aku rasa bisa tetap menegakkan imanku, Yah.

Tuhan, pasti kau sangat tahu apa yang terjadi saat ini. makhlukmu itu, kurasa tak sama dengan orang-orang sebelumnya. orang-orang yang tak Kau kehendaki untuk lebih jauh melangkah bersamaku. jika memang dia, jika memang ketaatannya bisa menjagaku tetap di jalur, aku harap Tuhan berikan waktu agar kami bertemu di persimpangan jalan nanti dalam keadaan yang sama-sama pantas di hadapanmu.

namun Tuhan, jika bukan dia, jika kami belum dalam keadaan yang pantas. mohon bolak-balikan hati kami agar tetap di atas agama-Mu dan pantaskan kami untuk orang yang lain. yang mungkin lebih Kau kehendaki dan telah digariskan sebelumnya.

karena kini aku paham, Agama bukan sekadar bisa beribadah dan tepat waktu dalam beribadah. lebih dari itu, Agama bagiku adalah suatu keyakinan dan pemahaman yang menjadikannya petunjuk dan pelindung selama hidup.