hati bukan dandelion

June 02, 2014


hati yang sedang tidak berlabuh, kehilangan nakhodanya
apalah aku yang malah menjadi penumpang di bahtera sendiri
terombang-ambing di laut lepas. luas, biru, semakin menjauh dari daratan
lalu terdampar. entah di mana, bukan daratan, bukan bibir pantai

saya rasa, melihat seseorang yang kita kenal sambil berjalan itu berarti rindu. bukan karena alasan apapun, tapi karena saya pernah mengenalnya. dulu, jauh sebelum kini dia memeluk seorang gadis. kami pernah juga duduk bersama dan saling membuka pikiran khas anak sekolah. sadar atau tidak, pikiran ini tak terbuka, malah hati yang menganga dengan lebar. kalau dia, entah.

tak ada yang saya inginkan lagi kecuali merasa nyaman duduk berdampingan dengannya. rasanya, tak ada yang bisa senyaman itu. tak ada yang membuat saya merindu sampai sebegininya.

jika urusan hati semudah dandelion. tumbuh, tertiup angin, berterbangan, jatuh, tumbuh lagi, dan begitu seterusnya. mungkin sudah berkali-kali rasa itu tumbuh setelah jatuh. namun inilah hati dan itulah dandelion. karena hati lebih kuat dari sebuah dandelion yang akan terbang karena ditiup angin.

jika kau merasa takut atau ragu untuk melewati tempat karena teringat dia yang pernah ada di hati, rasakanlah bahwa kau yang masih menyimpannya. bukan karena apa-apa, saya hanya merasa belum siap untuk kenyamanan yang berbeda. mungkin bahkan tak menandingi. sepertinya tidak berlebihan jika kita selalu mengenangnya. karena hati ini, hati manusia. hati yang akan menyimpan banyak kesan.

kapal mulai meninggalkan dermaga, namun dia lupa nakhodanya
bersama mercusuar, dia duduk dan mengobrol sampai lelah
lelah hingga terlelap, hingga kapal kembali lagi menjemputnya
namun dia enggan.