saat kamis hujan

June 14, 2013


hujan dari balik pagar
persis seperti kemarin, siang ini hujan lagi. jalanan pusat kota banjir, katanya. dimana-mana macet lagi, katanya. ya, inilah wajah muram kota besar. semuram jiwa yang merindukan semangat. kali ini hujan langsung deras dari pertama turun. dia sudah enggan bergesekan lembut dengan tanah hingga tak pernah ada petrichor yang tercium lagi. bau rindu yang selalu membelah memori lebar-lebar akan hal yang sudah terjadi dan andai saja  terjadi. tapi di setiap butiran air yang turun, aku selalu menyesal untuk berada di rumah. harusnya  bisa kunikmati hujan di kedai kopi yang bersahabat, walau hanya sekali. genangan air itu tampak bahagia dijatuhi butiran air dari langit. sangat berbeda dengan diriku yang masih kebingungan. dimana jas hujanku? atau payungku? aku mau  keluar berlarian di bawah hujan dan melompat di atas genangan-genangan kecil itu. di siang hujan seperti ini, kau bisa lihat langit yang meng-kelabu. adakah rindu yang kau sampaikan? mungkin untuk orang yang kau pikir sudah tak rindu lagi.

hujan masih bingung dari kemarin. dia turun siang-siang, kadang banyak dan kadang sedikit. kadang sebentar dan kadang lama. dia terus berpikir, adakah orang yang hatinya masih terluka? kemudian dia turun lagi dan mencoba membangunkan kisah lama di pikiran penikmatnya. lalu berhenti lagi dan bertanya, adakah yang masih tersakiti di kalan hujan? adakah yang seketika membiru di kala hujan? akulah! aku yang membiru itu. entah siapa yang membuat memar, entah apa yang melukai. tapi hujan selalu punya nyanyian khasnya untuk membirukan aku. kini hujan enggan turun terlalu deras, dia takut kalau air mataku deras juga, katanya. di genting yang basah, di jalanan yang kuyup. kini tak kutemukan lagi kisah haru saat masih remaja. dia telah menguap bersama pemiliknya. bukan aku, tapi yang lain.

masih saja terus teringat saat menunggu hujan berhenti bersamamu. kupikir hujan sangat baik karena telah membuat kita bisa diam bersamaan. kau baru saja memacu kendaraanmu dengan cukup kencang dan jantungku baru saja terpacu sangat cepat setelah kau mengucap hai. lihatlah, kamu basah sekarang karena berlarian mengejar teduh. dan aku? kau boleh mengajaku menantang hujan. aku sangat ingin berdansa sepanjang hujan dengan melodi gemercik air yang selalu terkenang itu.


Hujan waktu di rumah