daddy featuring daughter

June 09, 2013

firasat ayah tak pernah salah. ayah tak pernah marah. ayah tak pernah lelah. ayah, jangan gundah.
 
gambar dari google
 *playing Dance With My Father by Luther Vandross*
yap, malam ini tiba-tiba melankolis lagi. mendadak ingin manja-manja lagi sama ayah sebelum..........semuanya terlambat. well, saya punya panggilan khusus untuk ayah. bukan ayah, papa, papi, bapak atau sejenisnya. sebuah panggilan unik yang saya temukan ketika masih kecil. sebenarnya saya juga berikan panggilan unik untuk mama, namun seiring berjalannya waktu, saya pun terbiasa memanggil beliau dengan panggilan mama. tapi untuk ayah? entahlah, masih dengan panggilan buatan saya yang berbeda, sangat manja, dan terkesan seperti minta dijajani terus.
saya dan ayah itu sangat dekat, lengket, dan lekat. seperti adonan kue yang sudah dicampur dan tidak bisa dipisahkan lagi. dari dulu selalu kemana-mana berduaan. sampai banyak tetangga yang lucu melihat saya tidak mau jauh-jauh dari ayah. sebelum ayah pensiun dan saya masih SD, ke kantornya saat musim libur merupakan hal rutin yang wajib saya lakukan. setiap pulang dari kantor yang selalu saya ingat. sore-sore di kendaraan umum, saya tertidur di paha ayah. saya sangat senang untuk jajan. saat masih TK dan hari libur ayah dari kerja, saya bisa bolak-balik hanya untuk meminta uang lima ratus perak. sedikit-sedikit mengintip ke rumah tetangga, sedikit-sedikit menyodorkan tangan. hal lain yang selalu terjadi adalah saat masih SD dan sedang senang-senangnya bermain hingga sore di rumah teman. saya tau ayah selalu pulang lewat rumah teman. dan saatnya tiba, saya pun menyambut ayah lalu pulang meninggalkan teman-teman dan permainan yang masih berlangsung.

sekarang sudah besar, sudah kuliah dan ayah sudah pensiun. entah sejak kapan mulai enggan diajak ke kantornya karena alasan malu. entah sejak SMP atau SMA, perlahan mulai menjauh dari ayah karena kehidupan di luar yang rasanya lebih menyenangkan. tapi untung, jauhnya saya dan ayah tak sejauh saya dan kamu. mungkin hanya antara akhir Desember ke awal Januari. kami masih tetap lebih dekat dari hubungan lainnya. hingga akhirnya ketika masuk kelas tiga SMA dan saya sangat asik dengan pertemanan di luar, ayah mulai membangkitkan kenangan hujan di masa lalu. dia selalu bercerita betapa lucunya saya ketika dulu kala. seperti yang sudah diceritakan, saya suka jajan, suka mencari-cari ayah, dan masih penurut. tapi SMA telah merubah semuanya. saya menjadi lebih sensitif, katanya. mungkin saya sudah mendewasa, yah.

tak bisa dipungkiri, selalu ada air mata yang ingin jatuh setiap ayah menceritakan saya yang dulu. apakah saya se-berbeda itu? ya, rasanya memang iya. semenjak itu, saya berusaha untuk tidak terasa berbeda. karena saya tahu, tak semua anak perempuan dapat merasakan hubungan yang amat dekat dan spesial dengan ayahnya sendiri. jika dibandingkan, banyak teman perempuan yang menggambarkan ayahnya sebagai sosok yang keras, dingin, tegas, atau bahkan kaku. tapi ayah saya? dia ramah, jail, membaur, dan akankah saya temukan yang seperti dia?

disaat santai seperti ini, saya selalu teringat semua kebaikan ayah. saya yang ketika ada masalah dan selalu bercerita agar mendapat sebuah pembelaan, malah selalu dicarikan jalan keluar atau bahkan didukung untuk tidak menyerah. saya yang ketika pulang kuliah ditunggu oleh ayah di suatu tempat, malah ayah setia menunggu hingga lebih dari dua jam karena saya yang terlalu lama untuk ini itu. saya yang selalu protes dan menganggap ayah marah ketika nada suaranya meninggi dan keningnya dikerutkan, malah tiba-tiba mencair, tersenyum dan berkata itu bukan sebuah amarah. saya yang tidak pernah mau dengar ketika disuruh untuk pulang cepat, malah ayah selalu menjemput di ujung jalan.

saya sadar dengan usia yang bertambah ini. namun saya masih belum sadar dengan pertanyaan "akankah saya temukan lelaki yang seperti ayah?"
I'll always be your little princess